Friday, September 11, 2009

Manaqib Abuya Dimyati

MENGENANG SANG WALI QUTUB (ABUYA DIMYATI)
Sinopsis Buku: Manakib Abuya Cidahu (Dalam Pesona langkah di Dua Alam)
Alangkah ruginya orang Indonesia kalau tidak mengenal ulama satu ini. Orang bulang Mbah Dim, Banten atau Abuya Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Beliau adalah tokoh kharismatik dunia kepesantrenan, penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah dari pondok pesantren, Cidahu, Pandeglang, Banten. Beliau ulama yang sangat konsen terhadap akhirat, bersahaja, selalu menjauhi keduniawian. Wirangi (hati-hati dalam bicara, konsisten dalam perkataan dan perbuatan). Ahli sodakoh, puasa, makan seperlunya, ala kadarnya seperti dicontohkan Kanjeng Nabi, humanis, penuh kasih sesama umat manusia. Kegiatan kesehariannya hanya mulang ngaji (mengajar ilmu), salat serta menjalankan kesunatan lainnya.

Beliau lahir sekitar tahun 1925 anak pasangan dari H.Amin dan Hj.Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya mulai dari Pesantren Cadasari, kadupeseng Pandeglang, ke Plamunan hingga ke Pleret Cirebon. Semasa hidupnya, Abuya Dimyathi dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, sehingga tak berlebihan kalau disebut sebagai tipe ulama Khas al-Khas. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia . Di balik kemasyhuran nama Abuya, beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja. Kalau melihat wajah beliau terasa ada perasaan ‘adem’ dan tenteram di hati orang yang melihatnya.

Abuya Dimyati, begitu panggilan hormat masyarakat kepadanya, terlahir tahun 1925 di tanah Banten, salah satu bumi terberkahi. Tepatnya di Kabupaten Pandeglang. Abuya Dimyathi dikenal sosok ulama yang cukup sempurna dalam menjalankan perintah agama, beliau bukan saja mengajarkan dalam ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf, tarekat yang dianutnya tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Maka wajar jika dalam perilaku sehari-hari beliau penuh tawadhu’, istiqamah, zuhud, dan ikhlas. Abuya adalah seorang qurra’ dengan lidah yang fasih. Wiridan al-Qur’an sudah istiqamah lebih dari 40 tahun. Kalau shalat tarawih di bulan puasa, tidak turun untuk sahur kecuali setelah mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat.. Oleh karenanya, tidak salah jika kemudian kita mengategorikan Abuya sebagai Ulama multidimensi.

Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyathi ini menempuh jalan spiritual yang unik. Beliau secara tegas menyeru: “Thariqah aing mah ngaji!” (Jalan saya adalah ngaji). Sebab, tinggi rendahnya derajat keualamaan seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia memberi penghargaan terhadap ilmu. Sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Mujadilah ayat 11, bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dipertegas lagi dalam hadis nabi, al-Ulama’u waratsatul anbiya’, para ulama adalah pewaris para nabi. Ngaji sebagai sarana pewarisan ilmu. Melalui ngaji, sunnah dan keteladanan nabi diajarkan. Melalui ngaji, tradisi para sahabat dan tabi’in diwariskan. Ahmad Munir berpendapat bahwa ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusia unggul atas makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahannya.

Saking pentingnya ngaji dan belajar, satu hal yang sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim adalah: “Jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur”. Pesan ini sering diulang-ulang, seolah-olah Mbah Dim ingin memberikan tekanan khusus; jangan sampai ngaji ditinggal meskipun dunia runtuh seribu kali! Apalagi demi sekedar hajatan partai. Urusan ngaji ini juga wajib ain hukumnya bagi putra-putri Mbah Dim untuk mengikutinya. Bahkan, ngaji tidak akan dimulai, fasal-fasal tidak akan dibuka, kecuali semua putra-putrinya hadir di dalam majlis. Itulah sekelumit keteladanan Mbah Dimyati dan putra-putrinya, yang sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat al-Tahrim ayat 6, Qu anfusakum wa ahlikum naran.

Dahaga akan ilmu tiada habis, satu hal yang mungkin tidak masuk akal bila seorang yang sudah menikah dan punya putra berangkat mondok lagi, bahkan bersama putranya. Tapi itulah Abuya Dimyati, ketulusannya dalam menimba ilmu agama dan mensyiarkannya membawa beliau pada satu tingkat di atas khalayak biasa.

Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantany. Kata Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.(hal 396).

Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim Banten’ dan mendapat laqob ‘Sulthon Aulia’, karena Abuya memang wira’i dan topo dunyo. Pada tiap Pondok yang Abuya singgahi, selalu ada peningkatan santri mengaji dan ini satu bukti tersendiri di tiap daerah yang Abuya singgahi jadi terberkahi

Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyathi tak akan tergantikan lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH. Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten dalam usia 78 tahun. Padahal, pada hari itu juga, dilangsungkan acara resepsi pernikahan putranya. Sehingga, Banten ramai akan pengunjung yang ingin mengikuti acara resepsi pernikahan, sementara tidak sedikit masyarakat –pelayat- yang datang ke kediaman Abuya. Inilah merupakan kekuasaan Allah yang maha mengatur, menjalankan dua agenda besar, “pernikahan” dan “pemakaman”. (tor/abu-abu/Dari berbagai sumber)

Tuesday, August 18, 2009

Kepastian Nasab

الولد للفراش وللعاهر الحجر
"Nasab anak mengikuti laki-laki yang menjadi suami ibunya, sedangkan bagi orang
yang berzina, hukuman nya adalah rajam" (HR. Abu Dawud no. 1935, 1936 CD; Nasa'i
no. 3428,3429,3430,3432 CD; Ibnu Majah no. 1996,1997,2703 CD; dan Baihaqi, dari
'Aisyah)

Penjelasan:
Dalam Hadits di atas dijelaskan bahwa pernikahan yang sah berpengaruh pada
kepastian nasab anak. Apabila seorang perempuan telah sah menikah dengan seorang
laki-laki, tentu saja laki-laki inilah yang menjadi bapak dari anak-anaknya.

Dalam pernikahan yang sah menurut Islam, akad nikah dilakukan oleh perempuan dan
laki-laki sebelum keduanya melakukan hubungan seksual. Jika akad nikah dilakukan
setelah keduanya berhubungan seksual dan perempuannya sudah hamil, hukumnya
haram. Anak yang dikandung perempuan tersebut tidak boleh dinasabkan kepada laki
-laki yang menikahi nya walaupun laki-laki itulah yang menghamilinya.

Pernikahan tersebut hukumnya haram. Jadi, anak yang dilahirkan oleh perempuan
tersebut menurut Islam bukan anak dari laki-laki yang menjadi suaminya.
Kepastian nasab bagi seorang anak merupakan hal yang pokok dalam hubungan anak
dengan orang tuanya. Kepastian nasab akan memperjelas hak dan kewajiban anak
terhadap orang tuanya;juga sebaliknya. Kewajiban anak terhadap orang tua adalah
berbakti. Sebaliknya, kewajiban orang tua terhadap anak antara lain memberi
nafkah. Adapun hak orang tua terhadap anak, selain dipatuhi, adalah mendapatkan
warisan dari anaknya jika kelak anaknya meninggal, sedangkan mereka masih hidup.

Jadi kepastian nasab bukan hanya menyangkut hak anak untuk mendapatkan nafkah dari bapaknya, melainkan juga menjadi kepentingan bapaknya kelak agar setelah ia jompo dan lemah anaknya yang dewasa bertanggung jawab memelihara dan menyantuninya.

Kepastian nasab sangat penting dalam hukum Islam karena Islam tidak mengakui berbagai macam bentuk nasab orang tua dan anak di luar pernikahan. Anak angkat, anak pungut, anak hasil berzina, dan anak tiri merupakan contoh nasab anak yang tidak diakui Islam.

Walaupun masyarakat mengakui hubungan anak angkat dengan bapak angkat, Islam tidak menolak penasaban tersebut dan menyatakannya sebagai perbuatan jahiliyah yang harus diberantas. Demikian juga anak yang diambil seseorang di jalanan dan tidak diketahui siapa orang tuanya. Walaupun pemungutnya berkewajiban memelihara sampai anak tersebut dewasa, anak yang dipungut tetap tidak mempunyai hubungan apapun dengan pemungutnya. Anak tiri pun begitu, ia tidak mempunyai hak waris dari bapak tirinya;juga sebaliknya.

Jadi, hanya melalui pernikahan yang sah menurut Islamlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan akan memperoleh nasab yang jelas, yaitu kepada laki-laki yang menjadi suaminya.
والله اعلم بالصواب

Monday, August 17, 2009

Sifat Duapuluh Allah

1. Wujud : Artinya Ada

Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :

” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )

2. Qidam : Artinya Sedia

Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian :

· Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )

· Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )

· Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada anak )

· Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )

Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala.

3. Baqa’ : Artinya Kekal

Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :

· Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.

· Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi.

· Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ).

4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith. Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu.

Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu.

5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya .

Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :

” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :

· Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.

· Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ).

· Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .

· Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala.

6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.

Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ).

Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah Ta’ala.

Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.

Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu :

1. Kam Muttasil pada zat.

2. Kam Munfasil pada zat.

3. Kam Muttasil pada sifat.

4. Kam Munfasil pada sifat.

5. Kam Munfasil pada perbuatan.

Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman.

7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT.

Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.

a. Iktiqad Qadariah :

Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad akan segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT.

b. Iktiqad Jabariah :

Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata ( tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ).

c. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah :

Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba adalah tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan ( ada pahala dan dosa ).

8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala.

Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT.

9. ‘Ilmu : Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala .

Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini.


10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.

11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :

” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.

( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 )

12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala .

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 )

13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani ) bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73). Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96). Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :

1. Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.

2. Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.

3. Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.

4. Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain.

5. Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.

14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.

15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.

16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.

17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.

18.Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’.

19.Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.

20.Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.

.

.

SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH S.W.T

Wajib atas tiap-tiap mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi lawan daripada dua puluh sifat yang wajib baginya. Maka dengan sebab itulah di nyatakan di sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu :

1. ‘Adam beerti “tiada”

2. Huduth beerti “baharu”

3. Fana’ beerti “binasa”

4. Mumathalatuhu Lilhawadith beerti “menyerupai makhluk”

5. Qiyamuhu Bighayrih beerti “berdiri dengan yang lain”

6. Ta’addud beerti “berbilang-bilang”

7. ‘Ajz beerti “lemah”

8. Karahah beerti “terpaksa”

9. Jahl beerti “jahil/bodoh”

10. Mawt beerti “mati”

11. Samam beerti “tuli”

12. ‘Umy beerti “buta”

13. Bukm beerti “bisu”

14. Kaunuhu ‘Ajizan beerti “keadaannya yang lemah”

15. Kaunuhu Karihan beerti “keadaannya yang terpaksa”

16. Kaunuhu Jahilan beerti “keadaannya yang jahil/bodoh”

17. Kaunuhu Mayyitan beerti “keadaannya yang mati”

18. Kaunuhu Asam beerti “keadaannya yang tuli”

19. Kaunuhu A’ma beerti “keadaannya yang buta”

20. Kaunuhu Abkam beerti “keadaannya yang bisu”

SIFAT HARUS BAGI ALLAH S.W.T

Adalah sifat yang harus pada hak Allah Ta’ala hanya satu saja Yaitu Harus bagi Allah mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan sesuatu atau di sebut sebagai “mumkin” (Fi’lu kulli Mumkinin Autarkuhu). Mumkin ialah sesuatu yang harus ada dan tiada. Harus disini artinya boleh-boleh saja. Artinya boleh-boleh saja Allah SWT menciptakan sesuatu, yakni tidak ada paksaan dari sesuatu, karena Allah bersifat Qudrat dan Irodah. Dan boleh-boleh saja bagi Allah SWT meniadakan sesuatu. والله اعلم بالصواب

Thursday, August 13, 2009

Jangan Sampai Hal-hal yang Sepele Membinasakan Anda!

Banyak orang bersedih hanya karena hal-hal sepele yang tak berarti.
Perhatikanlah orang-orang munafik; betapa rendahnya semangat dan tekad
mereka. Berikut ini adalah perkataan-perkataan mereka:

{Janganlah kamu sekalian berangkat (pergi berperang) di dalam panas terik ini.}
(QS. At-Taubah: 81)
{Berilah kami izin (tidak pergi berperang) dan janganlah menjadikan saya
terjerumus ke dalam fitnah.}
(QS. At-Taubah: 49)
{Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).}
(QS. Al-Ahzab: 13)
{Kami takut akan mendapat bencana.}
(QS. Al-Ma'idah: 52)
{Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.}
(QS. Al-Ahzab: 12)

Sungguh, betapa sempitnya hidung-hidung mereka, betapa sengsaranya
jiwa-jiwa mereka. Hidup mereka hanya pada sebatas soal perut, piring, rumah
dan istana. Mereka tidak pernah mau menengadahkan pandangan mereka
ke angkasa kehidupan yang ideal. Mereka juga tak pernah menatap bintang-bintang
keutamaan hidup. Kecemasan dan pengetahuan mereka hanya pada
soal kendaraan, pakaian, sandal dan makanan. Coba perhatikan, betapa
banyaknya manusia yang hidupnya dari pagi hingga sore hanya disibukkan
oleh kecemasan dan kegelisahan mereka agar tidak dibenci isteri, anak
atau kerabat dekatnya, atau agar tidak mendapat celaan, atau mengalami
keadaan yang menyedihkan. Ini semua, pada dasarnya justru merupakan
musibah besar bagi manusia-manusia seperti itu. Betapa mereka sama sekali
tidak memiliki tujuan-tujuan yang lebih mulia yang seharusnya menyibukkan
mereka, dan juga kepentingan-kepentingan agung yang seharusnya menyita
seluruh waktu mereka.

Padahal, pepatah mengatakan: "Jika air telah keluar dari bejana, hawa
kosong akan datang memenuhinya." Maka dari itu, bila Anda juga merasa
seperti orang-orang tadi, renungkanlah kembali hal-hal yang selama ini telah
menyita perhatian dan hidup Anda, atau bahkan membuat Anda resah setiap
saat. Benarkah semuanya itu pantas memperoleh perhatian dan porsi yang
sedemikian besar dalam hidup Anda? Mengapa Anda harus rela
mengorbankan pikiran, daging darah, ketentraman dan juga waktu hanya
untuk persoalan-persoalan sepele tadi?
Ibarat orang berjual beli, apa yang Anda lakukan itu sebenarnya suatu
keculasan dan kerugian besar yang dibayar murah. Para ahli jiwa sering
mengatakan, "Buatlah batasan yang rasional (wajar) untuk setiap hall" Dan
lebih tepat dari kalimat ini adalah firman Allah,
{Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.}
(QS. Ath-Thalaq: 3)
Yakni, letakkanlah setiap persoalan sesuai dengan ukuran, bobot dan
kadarnya. Janganlah sekali-kali Anda melakukan kezaliman dan melampaui
batas.

Ibaratnya, bila tujuan utama orang-orang yang berbakti kepada Allah
(ketika berada dibawah sebuah pohon) adalah untuk berjual beli, maka mereka
akan mendapatkan ridha Allah. Namun, bila salah seorang dari mereka hanya
disibukkan dengan urusan untanya saja, hingga ia tak sempat ikut berjual
beli, maka yang akan ia peroleh adalah hanya kebinasaan dan kegagalan.
Abaikanlah hal-hal sepele yang tak penting. Jangan sampai Anda hanya
disibukkan olehnya dan waktu Anda habis karenanya. Dengan begitu,
niscaya Anda kegundahan dan kecemasan akan selalu menjauhi Anda.
Dan Anda pun selalu riang ceria.

Wednesday, August 12, 2009

Hukum Teroris

Pada zaman ini atau tepatnya akhir-akhir ini, diantara manusia ada yang menggambarkan Islam sebagai terorisme, padahal Rasulullah SAW bersabda dalam hadits.

مَن قتل مُعاهِدًَابِدون ذَنبٍِ لم يَثُمَّ رًاءِحةالجنة

"Barang siapa membunuh seorang kafir yang ada dalam perjanjian damai (kafir mu'ahad) tanpa sebab, maka tidak akan mencium wangi surga." (HR. al-Bukhari)

Berdasarkan hadits ini, Islam tidak mencukupkan diri dengan satu sanksi bagi terorisme, namun memberinya dua sanksi. Yang pertama di dunia, yaitu hukuman mati bagi pelaku teror, dan sanksi kedua di akhirat, yaitu kekal di neraka.

Dan Muhammad SAW, Nabi yang mengemban amanat agama ini adalah wafat sementara baju perangnya tergadai pada seorang Yahudi. Rasulullah SAW pernah berhubungan dengan orang-orang Yahudi dalam hidupnya.

Kehidupan umat Islam telah berjalan selama selang seratus tahun, ditengah-tengah mereka hidup para syaikh yang giat melakukan setiap perbuatan yang merupakan ajaran Islam, dan mereka berfatwa untuk seluruh ummat di seluruh dunia, tapi belum ada satu fatwa pun yang menghalalkan teror dalam segala bentuk. Justru yang keluar dari mereka adalah fatwa yang melarang tindakan terorisme dan bunuh diri.
Seandainya terorisme bagian dari Islam, tentu orang pertama yang melakukannya adalah ulama-ulama Islam. Seandainya dunia mengikuti ajaran-ajaran Islam, tentu manusia akan selamat dari kematian jutaan jiwa pada setiap tahun. والله اعلم بالصواب
انتهي، ١٠٠ معجزاةالاسلام ٩٥-٩٦

Khatimah (Penutup)

Setelah menelusuri dua sifat Al-Insan antara at-Taqwa dan al-Fujuur yang masing-masing memiliki konsekuensinya. Tentunya bagi pilihan jalan taqwa akan mendapat berbagai keberuntungan, dan sebaliknya jika jalan al-fujuur yang menjadi alternatifnya pintu kesengsaraan akan diraihnya. Pada akhirnya Allah sWT memberikan pilihan kepada setiap ummat untuk mengambil sikap antara iman atau kafir dan harus dipertanggungjawabkan atas hasilnya kelak.
Konsep demokrasi yang ditawarkan oleh Allah SWT tercermin melalui firmanNya, yang artinya: "Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir, sesungguhnya kami telah sediakan bagi orang-orang zhalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka." (QS.18:29).
Jalan taqwa adalah pilihan yang tepat bagi orang-orang beriman dalam menyelamatkan dirinya untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. (QS.2:201)

Al-Jahuula

Bentuk pengobatan lain sebagai konsekuensi jalan kefasikan seseorang, adalah terkena al-jahuula (bodoh) terhadap kebenaran, kemudian merasakan pemilikan al-jahuula tidak dianggap lagi sebagai penyakit yang dapat mengganggu hubungan dengan Allah sWT (hablum minallah) maupun keterkaitannya dengan sesama manusia (hablum minannas). Efek itulah yang selanjutnya dapat mengubah sikap kebaikan kepada kebatilan sebagai sarana jalan syaitan laknatullah.

Sebagai diilustrasikan Allah SWT ketika menawarkan tanggung jawab untuk melaksanakan amanat yang ditolak oleh gunung, langit maupun bumi tetapi manusia menerimanya, seperti firmanNya: "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh." (QS.33:72).

Al-jahuula pada dewasa ini lebih tampak tercermin melalui kebijakan yang diambil seseorang untuk memilih antara kebenaran dan kebatilan, tetapi pilihannya justru kepada kebatilan, yang sesungguhnya mereka mengetahuinya akan mendapat murka (azab) dari Allah SWT kenyataan seperti ini, bukanlah sesuatu yang mengherankan, tetapi dalam zaman yang serba materialistis ini kemungkinan bisa terjadi seketika. Bahkan kebenaran pun bisa dibeli dengan segepok uang! Itulah realita yang sungguh ironis terjadi di jaman sekarang ini. Karena hilangnya kewaspadaan pada tiap-tiap diri seseorang, kemudian hidupnya diliputi oleh ketergantungan yang bersifat materi semata.

Al-Kafuuraa

Konsekuensi mengambil jalur kefasikan maka melahirkan penyakit al-kafuuraa (kafir) dengan kata lain perkataan mengingkari terhadap kebenaran. Kelompok umat ini, pada hakekatnya mengetahui adanya kebenaran, tetapi menutup hati untuk melakukannya (amal) karena kekafiran yang terdapat di dalam dirinya. Sehingga Allah SWT memberikan informasi keberadaan orang-orang kafir seperti diabadikan Al-Quran: "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat." (QS.2:67).

Makna al-kafuuraa secara lebih jauh dapat dipahami baik secara i'tiqadi (keluar dari Islam) maupun kafir secara amali (pengamalan). Dalam konteks kehidupan sehari-hari yang lebih dominan kafir secara amali (pengamalan), walau pun hatinya masih Islam. Sehingga yang perlu pemikiran lebih dalam, adanya usaha untuk mengembalikan ummat ke jalan ketaqwaan sekaligus meninggalkan sikap kekafiran baik kafir i'tiqadi maupun kafir secara amali. Kekafiran yang terdapat dalam jiwa seseorang baik secara i'tiqadi maupun kafir amali, pada hakekatnya akan menempatkan dirinya pada suatu kerugian, sehingga aktivitas amaliyahnya tidak mendapat nilai menurut pandangan Allah SWT, dalam Al-Quran yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong." (QS.3:21-22).

Al-Qatuura

Bentuk perilaku kotor dalam bentuk lain yang ada pada jiwa orang-orang fasik yakni Al-Qatuura (kikir), seolah-olah segalanya adalah milik dirinya sendiri baik harta maupun tahta sekalipun. Padahal menurut aturan Allah SWT semuanya merupakan amanah yang harus dipenuhi ketentuannya, seperti diberikannya harta, di dalamnya ada hak orang lain: "Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian." (QS.51:19).
Walaupun manusia memiliki sifat kikir seperti dalam firmanNya: "Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya. Dan adalah manusia itu sangat kikir." (QS.17:100). Akan tetapi tidak demikian, jika seseorang yang komitmen terhadap keimanannya. Karena menyadari, bahwa rizki yang Allah SWT berikan sesungguhnya amanah semata, yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali olehNya. Jika setiap umat menyadari asal-usul rizki secara proposional, tentu akan melahirkan pribadi-pribadi yang abid (ahli ibadah) seperti akhlak para salafus shalihin.

Al-Maluu'a

Bentuk kefasikan yang lainnya dalam mengotori kebenaran al-Haq yaitu dimilikinya sifat keluh-kesah dalam jiwa seseorang. Terjadinya al-maluu'a (keluh-kesah) dalam diri seseorang merupakan sebuah rangkaian yang tidak terlepaskan dari hasil kefasikan, karenanya hidup selalu merasa terasingkan. Jika hanya dipahami secara kasar orang mengatakan, bentuk keluh-kesah (al-maluu'a) diciptakan oleh Allah jadi tidak perlu dipermasalahkan.
Sebenarnya bukan permasalahan yang jadi konteks di sini, namun menunjukkan bahwa kekuasaan Allah SWT dalam menciptakan sesuatu. Termasuk pengertian al-maluu'a seperti firmanNya: "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir." (QS.70:19). Sekaligus informasi, bahwa Allahlah yang memiliki kekuasaan dan penguasa, karena manusia berhadapan dengan kondisi keluh-kesah sekalipun tidak mampu meninggalkannya. Oleh karena mengapa bangga akan kesombongan diri sendiri, tidakkah kita seharusnya memikirkan ayat-ayatNya.

At-Tadbiniyyah

Aktivitas orang-orang fasik pada hakekatnya at-tadbiniyyah (mengotori) ketentuan Allah SWT yang seharusnya mampu mengaktualisasikannya semata-mata untuk beribadah kepadaNya secara kaffah. Bentuk nyata dari usaha at-tadbiniyyah terhadap hukum Allah SWT, akan tampak dari aktivitas seseorang yang terkena penyakit fasik yaitu:

2. 'Ajuulan
Akibat kefasikan yang melanda hati dan pikiran, seseorang akan tampak dalam berperilaku 'ajuulan (terburu-buru), sehingga hasilnya kurang memuaskan, kemungkinan lain dapat merugikan semua pihak. Betapa berbahayanya, orang yang di luar terkena getahnya, padahal tidak mengetahui permasalahannya. Di samping itu, manusia mempunyai sifat tergesa-gesaan seperti ditegaskan oleh Allah SWT: "Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (QS.17:11).
Perbuatan yang dilakukan secara tergesa-gesa pada hakekatnya bentuk orang-orang yang membelakangi sunnatullah dan ketidakmampuan menghadapi kesabaran. Sehingga ditempuh jalan garis cepat, yang sebenarnya akan berhadapan dengan kerugian serta berbagai benturan. Pada akhirnya tercipta kondisi yang tidak menentu dan kemudian lahirlah sikap ragu-ragu terhadap langkah berikutnya.

Al-Fujura

Sifatul insan yang bertentangan dengan sifat at-taqwa adalah al-Fujur (fasik), sehingga jalan ini harus dihindarkan jangan sampai masuk ke ruang hati maupun pikiran seorang mukmin. Dimiliki sifat fujur karena dominasi kecintaan kepada dunia secara berlebih-lebihan, sehingga kewajiban kepada Allah SWT atau hukum-hukumNya diabaikan. Kelompok fasik ditegaskan Allah SWT: "Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS.9:24).
Kefasikan yang melanda jiwa seseorang selain orientasi keduniaan lebih dominan, juga banyak melakukan kemaksiatan lewat kehidupan sehari-hari, dengan melupakan untuk bertaubat (perbaikan) sehingga berbuat penyimpangan terbiasa. Dengan lain perkataan, selalu memproduksi penyakit atau mengotorinya (at-tadbiniyyah) syariat Islam. Jika demikian kenyataannya, maka dominasi kefasikan akan membawa kerugian ummat manusia dunia maupun akhirat kelak.

Al-Falah

Puncak tazkiyatun nafsi yang sebelumnya telah melakukan aktivitas syukur hingga al-amin sebagai syamarah (buahnya) adalah alfalah (kemenangan). Al-Falah yang diraihnya bukan hadir tanpa melalui proses tadhiyah untuk meraihnya. Ketaatan/tsiqah kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW menyertainya: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS.24:52).
Kemenangan yang dijanjikan Allah SWT sekaligus sebagai cambuk untuk berada serta mampu mempertahankan nilai ketaqwaan sampai akhir zaman. Ketika dimilikinya, tentu usaha untuk mempertahankan al-falah dalam sikap yang sesuai dengan syari'atullah, jika melenceng akan menjadi preseden kurang baik.

Al-Amin

Salah satu akhlak yang menonjol dalam perilaku Rasulullah SAW adalah Al-Amin (terpercaya), yang harus menjadi petunjuk oleh setiap umat Islam. Karena faktor kepercayaan akan mampu menciptakan kondisi yang mendekatkan perilaku kebajikan dalam operasionalitas hidupnya. Dalam menumbuhkan sikap Al-Amin sedikit banyak dipengaruhi oleh diyah (lingkungan) di mana seseorang berada, karena itu perlu adanya orientasi keluar. Dalam pengertian, bergaullah dengan lingkungan yang terhindar dari hilangnya wilayah Al-Amin, seperti Allah SWT memberikan informasi: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman." (QS.9:119).
Maka peran pergaulanlah dapat mempengaruhi perilaku seseorang, untuk itulah memperhatikan lingkungan dalam dimensi hubungan sosial yang dapat menciptakan situasi aman tenteram sejauh mana adanya upaya ke arah ke sana. Demikian pula, jiwa Al-Amin pada hakikatnya fitrah yang melekat dalam jiwa seseorang, tetapi sering terabaikan untuk dimanfaatkan sesuai aturan syariah. Jalan taqwa yang menjadi pilihan seseorang merupakan kesuksesan untuk meraih kondisi tazkiyatun nafsi, kemudian terbangunnya ketenangan lahir batin.

Ar-Rahim

Bentuk Ar-Rahim (kasih sayang) Allah SWT diciptakan agar dijadikan landasan hidup setiap orang, sehingga terwujudnya masyarakat yang penuh damai. Hilangnya perasaan kasih sayang yang kemudian diganti oleh pertikaian menjadikan dunia ini penuh malapetaka. Kalau dunia diisi hanya oleh perbuatan biadab dan menafikan nilai Ar-Rahim, jika yang terjadi demikian, kelak Allah SWT menurunkan peringatan: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS.30:41).
Sangat penting untuk menciptakan perasaan kasih sayang agar terhindar dari malapetaka yang diturunkan oleh Allah SWT hanya karena ulah segelintir manusia. Karena pandangan itulah, Allah SWT menegaskan perlu ditekankan kondisi kasih sayang seperti firmanNya: "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya." (QS.48:29).

Pemaaf

Konsekuensi tertanamnya tazkiyatun nafs, juga dapat melahirkan orang-orang yang mampu menahan amarah dan membentuk perilaku pemaaf. Karena dalam udara penuh emosional sulit orang mampu mewujudkan jiwa yang suka memaafkan terhadap kesalahan pihak lain. Sesungguhnya menurut pandangan Islam nilai pemaaf merupakan hasil penataan dari keimanan seseorang. Oleh karenanya Allah SWT mengabadikan dalam Al-Quran: "...dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS.3:134).
Begitu urgensinya seorang mukmin harus mampu menahan amarahnya disertai sikap suka memaafkan kesalahan orang lain, sehingga Rasulullah SAW memberikan petunjuk dalam sabdanya: "Jangan engkau mudah marah." Maka diulangi beberapa kali, sabdanya: "Janganlah engkau mudah marah." (HR.Bukhari,Muslim). Jelas sekali Islam memandang pentingnya untuk memasyarakatkan pemaaf disertai berupaya mampu menahan amarah, bila sudah membudaya maka niscaya akan diikuti orang di sekitarnya.

Bersabar

Sikap sabar pun hanya akan abadi dalam jiwa seseorang yang selalu dihidupi oleh tazkiyatun nafs,sehingga melahirkan sikap di bawah monitor Al-Haq. Artinya sikap yang keluar ketika menghadapi ujian maupun cobaan hidup akan dihadapi penuh kesabaran serta keimanan kepadaNya. Di samping itu Allah SWT menyertai terhadap orang-orang yang mampu mempergunakan pakaian kesabaran dalam menjalani kehidupan baik pada kondisi suka maupun duka: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS.2:153).
Terutama dalam menghadapi zaman yang serba materialistis disertai oleh budaya pembaratan, jika hilangnya pakaian kesabaran, maka hidup akan terasa "gerah". Dan telah tampak bukti-bukti yang ada di hadapan mata, betapa kekerasan disertai kriminalitas salah satu penyebabnya pengaruh sosial. Maka orang di sebelah seberang membuat analisis akibat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, sehingga menimbulkan krisis moral maupun meningkatnya kriminalitas.
Apabila memperhatikan kondisi yang serba panas, terlihat dengan jelas bahwa nilai kesabaran terlemparkan sejauh mungkin. Padahal, sabar sebuah ruh yang harus dijadikan pola hidup oleh orang-orang beriman kepada Allah SWT, RasulNya maupun hari akhir.

Taskiyatun Nafs

Jika marhalah dalam mencapai ketakwaan dilaksanakan secara maksimal, maka akan melahirkan orang-orang yang senantiasa mengadakan tazkiyatun nafs (pembersihan diri) setiap saat. Tazkiyatun nafs sebagai konsekuensi logis tercapainya situasi ketakwaan kepada Allah SWT yang merupakan cita-cita setiap mukmin.
Karena itulah Allah SWT menegaskan dalam kitab suci Al-Quran: "Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS.62:2). Syamarah (buah) dari tazkiyatun nafs akan tampak dalam perilaku seseorang diantaranya yaitu:

1. Selalu Bersyukur
Mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada seseorang adalah perbuatan mulia, tetapi banyak diantara orang sulit melaksanakannya karena melupakan nilai nikmat yang sangat besar telah diberikan oleh Allah SWT, kecuali orang-orang yang selalu mengadakan tazkiyatun nafs terhadap dirinya sendiri. Sehingga menurut pandangan yang digariskan oleh Allah sWT dengan bersyukur kepadaNya kenikmatan pun berlipat ganda seperti firmanNya: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih." (QS.14:7). Maka pengaruh dari tazkiyatun nafs akan membekas pada seseorang dengan kegiatan selalu melakukan syukur terhadap Allah SWT.

Mujahadah

Kerja keras secara maksimal merupakan tahapan yang harus diupayakan untuk mencapai keberhasilan. Karena sesuatu yang mustahil kesuksesan didapat tanpa melalui perjuangan dengan sungguh-sungguh dan itulah kemudian disebugt mujahadah (optimalisasi). Secara terminologi makna mujahadah yakni apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amalan-amalan sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Kemudian dalam kaitan ini, ia harus tegas, dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya.
Secara tersurat dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS.29:69). Bentuk mujahadah yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW diperlihatkan ketika menghadapi akhir ramadhan seperti sabdanya: "Apabila Rasulullah memasuki sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggang." (HR.Bukhari Muslim).

Mu'aqabah

Dalam setiap pekerjaan akan berhadapan dengan sebuah perbuatan kesalahan walaupun mungkin ada yang bersifat sengaja atau karena alpa. Ketika berhadapan dengan perbuatan kesalahan yang dilakukan secara sengaja perlu diambil sanksi (mu'aqabah). Namun ajaran Islam yang agung telah memberikan uswah, walaupun perbuatan kesalahan karena alpa sebagai pendidikan adanya tindakan mu'aqabah. Hal ini dapat dilihat dari riwayat, bahwa Uman bin Khatab ra., pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan shalat Ashar. Maka beliau berkata: "Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar...kini kebunku aku jadikan shadaqah buat orang-orang miskin."
Ibrah yang dapat diambil dari riwayat shahabat, Umar bin Khatab ra bahwa kesadaran untuk mengakui kesalahan atas perbuatan dirinya kemudian diterapkan mu'aqabah secara konsekuen akan membawa dampak positif. Dalam pengertian, dapat dijadikan panutan orang lain, lebih-lebih jika dijadikan panutan oleh para elit kekuasaan. Sekaligus menerapkan aturan hukum diterapkan kepada siapapun tanpa kecuali, bukan perilaku rejim yang menerapkan norma kesewenangan. Pemberian sanksi diberikan atas dasar keadilan yang diberikan Allah SWT setelah sebelumnya diberikan peringatan agar berjalan di wilayah Al-Haq: "....dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan....(QS.2:195). Demikian juga di tempat terpisah Allah SWT mengingatkan manusia supaya waspada yaitu: "....dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4:29).

Muhasabah

Jika merenungkan apa yang disampaikan Umar Al-Farq r.a., tentang makna muhasabah (introspeksi diri) yaitu: "Hisablah (nilailah) diri kalian sebelum kalian dihisab (dinilai), timbanglah diri kalian sebelum ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat)." Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun. Kesalahan yang sering terjadi di kalangan manusia melarikan diri dari sikap muhasabah, sehingga melemahkan untuk meningkatkan prestasi ibadah, karena merasa sudah berhasil. Lebih jauh lagi hakikat muhasabah seharusnya seorang mukmin memperhatikan modal, keuntungan, dan kerugian, agar ia dapat mengontrol apakah dagangannya bertambah atau menyusut. Yang dimaksud modal di sini adalah Islam secara keseluruhan, mencakup segala perintah, larangan, tuntutan, dan hukum-hukumnya. Sedangkan pengertian laba adalah melaksanakan ketaatan dan menjauhi larangan. Kemudian yang dimaksud kerugian adalah melakukan perbuatan pelanggaran (dosa). Allah SWT memberikan acuan yang berkaitan dengan muhasabah seperti firmanNya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS.59:18).

Muraqabah

Makna muraqabah adalah terpatrinya perasaan keagungan Allah Azza wa Jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebesaranNya di kala sepi ataupun ramai. Kuatnya kebersamaan dengan Allah SWT dapat menumbuhkan sikap yang selalu berhati-hati dalam berbuat, artinya akan senantiasa disesuaikan dengan aturan syariat. Jika keberadaan seperti ini berjalan secara istimrariyah (berkesinambungan) sudah dapat dipastikan kelak akan lahir pribadi-pribadi yang hanif.
Sikap muraqabah digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika menjelaskan kata ihsan: "Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, dan jika memang kamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu." Sikap seperti ini di jaman modern sangat dibutuhkan sebagai pengendali udara materialistis yang dapat merusak sendi-sendi keimanan seseorang. Pengendalian melalui muraqabah lebih jauh akan mampu menciptakan tatanan masyarakat yang aman tentram (betul-betul terkendali).
Pelaksanaan muraqabah dimulai ketika akan dimulai saat akan melakukan suatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaknya setiap orang mengoreksinya, apakah telah sesuai dengan aturannya atau sebaliknya. Sehingga ketika sampai pada suatu waktu tertentu akan terlihat, lebih-lebih bertemu dengan kegagalan. Mengapa terjadinya suatu kegagalan, padahal menurut perasaan melakukannya secara maksimal. Inti muraqabah tercermin melalui firman Allah SWT: "Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak badanmu diantara orang-orang yang sujud." (QS.26:218-219).

Mu'ahadah

Mu'ahadah
Langkah awal yang harus dilakukan setiap orang merenungkan mu'ahadah (mengingat perjanjian) terhadap Allah SWT, maupun terhadap dirinya sendiri. Aktivitas shalat yang dijalankan sehari semalam jika dipahami dengan benar, adalah indikator janji kepada Allah SWT, kemudian disebutnya al-ibadah ritual. Akan tetapi shalat yang dijalankan kurang dipahami sebagai aspek perjanjian (bai'at) sehingga tidak mampu mengubah sikap dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitan ini Dr.Abdullah Nasih Ulwan memberi metode cara mu'ahadah yakni hendaklah seseorang mukmin berkhlwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospeksi diri seraya mengatakan pada dirinya: "Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu tidak berjanji kepada Rabbmu setiap hari di saat kamu berdiri membaca "iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in."
Janji itulah yang selalu keluar dari lisan maupun qalbu seorang muslim setiap melakukan shalat, dengan demikian, seharusnya ditepati sehingga terhindar dari stempel munafik. Padahal Allah SWT menekankan agar setiap orang menepati janji yang telah dibuatnya: "Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji...." (QS.16:91). Kurang memperhatikan dengan perjanjian yang keluar dari lisan seseorang, jika tidak ditepatinya dapat menggugurkan jati diri kemuslimannya.

Jalan Taqwa

Jika pilihan setiap manusia jatuh ke jalan ketaqwaan sudah dapat dibayangkan nilai akhir akan sampai kepada sebuah kemenangan yang hakiki. Diraihnya suatu kemenangan melalui aktivitas yang berat, tetapi atas dasar nilai-nilai ketaqwaan (ketaatan) itu, keberhasilan menyertainya. Secara tegas Allah SWT menyatakan ketaqwaan seseorang akan sampai kepada kemenangan: "Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan bertaqwa kepada Allah dan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS.24:52).
Untuk sampai ke arah kemenangan, sewajarnya setiap manusia mencari jalan dengan maksimal yang disertai sesuai ketentuan syari'at Islam. Maka jawaban yang tepat mencapainya, ustadz Dr. Abdullah Nasih Ulwan melalui sebuah kitab berjudul "Ruhaniyatud-Da'iah" memberikan cara mencapai ketaqwaan. Bahwa terdapat beberapa marhalah (langkah) yang perlu dilalui untuk menuju taqwa yaitu:

Sifatul Insan

II. Sifatul Insan
Hilangnya penyadaran manusia terhadap asal serta tujuan diciptakan oleh Allah SWT adalah konsekuensi tidak ma'rifah (mengenal) terhadap dirinya. Sehingga menjadikan hidupnya tanpa memperhatikan norma-norma yang seharusnya dipatuhi. Dalam kaitan ini perlu direnungkan pepatah yang menyebutkan: "man a'rafa nafsah faqad a'rafa rabbah, maknanya "Barang siapa mengenal dirinya niscaya mengenal Rabbnya."
Maka sangat wajar jika di kalangan ummat kurang menyadari hakekat untuk apa diri ini diciptakan dan harus bagaimana melakukan aktivitas di dunia, karena tidak mengenal akan dirinya sendiri. Padahal manusia diciptakan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya, yakni diberikan akal. Hanya masalahnya, akal itu tidak difungsikan sebagaimana seharusnya sesuai dengan petunjuk dari Sang Khaliq.
Gambaran manusia yang tidak memfungsikan akal seperti aturannya telah ditegaskan Al-Quran: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS.7:179).
Akal dalam arti yang sebenarnya akan mampu mengarahkan maupun mengondisikan dirinya, jika setiap insan telah ma'rifah secara jujur. Ma'rifah seperti yang disinggung di atas, sebuah tugas yang sepenuhnya tanggung jawab setiap insan, lebih-lebih keterkaitannya dengan Al-Khaliq (hablum minallah).
Ketika akal berfungsi, maka reaksi pemahaman tentangakan penciptaan alam pun dapat dikenalnya kemudian mengerti jalan yang harus ditempuh. Dan Allah SWT, memberikan dua jalan yang disodorkan kepada manusia untuk dipilihnya seperti firmanNya: "Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan." (QS.90:10). Kemudian dua jalan yang dimaksud secara transparan disinggung pada firman lain yaitu: "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya (QS.91:8). Dua jalan yang tersedia ketentuan final adalah diserahkan kepada setiap orang untuk memilihnya, dan tentunya akan membawa konsekuensinya atas pilihannya itu.

Ma'rifatul Insan

I. Mukadimah (Pendahuluan)
Allah SWT menciptakan manusia ke dunia mempunyai maksud tertentu, yakni selain agar beribadah kepadaNya diamanatkan sebagai Khalifah Fil Ardhi sehingga tercipta masyarakat yang tentram serta sejahtera. Akan tetapi tugas yang diamanatkan kepada Al-Insan (manusia) sering kali dimanipulasikan sesuai kehendak hawa nafsu syaitan,sehingga fungsi sebagai khalifah tidak dapat dilaksanakan dengan sebenar-benarnya.
Sesungguhnya, jika setiap manusia memahami akan maksud diciptakan Allah SWT ke dunia ini, maka segala gerak langkahnya selalu disesuaikan dengan syariat dinullah. Tujuan diciptakan manusia secara argumen yang ditegaskan Allah SWT seperti firmanNya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (QS.51:56). Dengan penjelasan firman Allah SWT tersebut sudah jelas dan tegas apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia dalam kehidupan sehar-hari, yaitu penghambaan secara totalitas kepada Al-Khaliq.
Harus diakui dalam realita kehidupan sehari-hari penyimpangan hampir tidak dapat dihindarkan dari perbuatan manusia, karena dunia sekuler lebih dominan dibandingkan dengan hakekat kebesaran Allah SWT,sebagai penguasa tunggal. Terjajahnya oleh bentuk kezaliman pada dasarnya terdapat peluang yang dimiliki oleh manusia, yakni berupa da'fu iman (lemah iman). Terdapatnya da'fu iman jika dibiarkan hidup pada diri seseorang akan memudahkan operasinya kelompok syaitan dengan leluasa. Karena para syaitan mempunyai komitmen untuk menghancurkan umat manusia dengan wasail (sarana) serta berbagai arah pengerti penegasan Allah SWT: "Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS.7:17).
Perlu disadari secara cermat, bahwa aktivitas syaitan seperti ditegaskan oleh Allah SWT melalui ayat di atas, sebuah gerakan yang akan dijalankan secara istimariyah sampai pada suatu keberhasilan tertentu yaitu menciptakan manusia mungkar.

Tuesday, August 4, 2009

Malam Nisfu Sya,ban

Dari abi Hurairoh ra: Sesungguhnya Nabi telah berkata: Telah datang kepadaku malaikat Jibril alaihissalam pada malam Nisfu Sya'ban (malam tanggal 15 bulan Ruwah/Sya'ban) dan Jibril berkata: Hai Muhammad, malam ini adalah malam terbukanya semua pintu langit dan pintu rahmat, berdirilah dan shalat lah, angkat kepala dan tanganmu berdoa kepada allah.. Aku pun bertanya kata Nabi "Wahai Jibril, Malam apakah ini?: "Ini adalah malam dimana 300 pintu rahmat telah dibuka..Maka Allah akan mengampuni semua manusia yang tidak musyrik kepadanya dan kecuali tukang sihir, dukun atau ahli ramal, orang yang suka memusuhi orang lain, orang yang gemar mabuk-mabukan, orang yang melakukan zina, tukang memakan harta riba, tukang menyakiti orang tuanya, tukang ngadu-ngadu atau "ngadu domba", dan orang yang memutuskan tali persaudaraan. Kepada mereka semua tidak diberikan ampunan kecuali telah bertobat dan berjanji tidak akan kembali lagi.

Mendengar penjelasan dari malaikat Jibril seperti itu maka keluarlah Nabi menuju Masjid lalu beliau shalat dan menangis didalam sujudnya seraya berdo'a :
اللهم اني اعوذبك من عقابك وسخطك ولا اُحصي ثناءعليك انت كما اثنيت علي نفسك فلك الحمد حتي ترضي

"Allohumma inni A'udzubika min Aqoobika wasakhotika, walaa uhsii tsana'a Alaika, Anta kamaa atsnaita alaa nafsika falakalhamdu hatta tardlo.."

Dalam keterangan lain diriwayatkan dari Yahya ibnu Muadz: Beliau mengatakan Sesungguhnya Sya'ban (شعبان) terdiri dari lima huruf yang mendatangkan hadiah atau pahala bagi orang mu'min

Huruf Syin : artinya Syarfun wa Syafaat atau Kemuliaan dan Syafaat (Pembelaan Nabi terhadap Umatnya di hari kiamat)
Huruf Ain : artinya Izzah walkaromah, Izzah adalah martabat atau kedudukan yang tinggi sedangkan karomah adalah kemuliaan disisi Allah
Huruf Ba' : Al-birru (kebaikan, baik akhlak dan sifatnya)
Huruf Alif : Ulfah atau sifat kasih sayang
Huruf Nun : An-Nur atau Cahaya

Karena itu Yahya bin Muadz mengatakan: Bulan Rajab adalah bulan untuk mensucikan badan, bulan sya'ban untuk mensucikan hati, dan bulan Ramadhan untuk mensucikan Ruh, Jika di bulan rajab badan tidak disucikan dan pada bulan Sya'ban hati tidak bersih, bagaimana mungkin di bulan ramadhan Ruh akan suci?. Berkatalah para Ulama. Bulan Rajab untuk Istighfar memohon ampunan dari segala dosa, bulan Sya'ban ubtuk mensucikan hati dari mendengki dan musyrik, dan bulan ramadhan untuk menerangi hati mensucikan ruh, malam lailatulqadar untuk mendekatkan diri kepada allah.

Nabi berkata: barang siapa yang puasa tiga hari di awal bulan Sya'ban (tgl 1,2,3), tiga hari di pertengahan Sya'ban (tgl 13,14,15), dan tiga hari di akhir Sya'ban maka Allah akan menuliskan pahala tujuh puluh nabi, dan seperti orang yang beribadah kepada Allah tujuh puluh tahun, dan jika orang tersebut mati pada tahun itu juga maka dia tercatat sebagai orang yang mati syahid. (tidak perlu bunuh diri untuk mati syhadi.pen) dan Nabi melanjutkan : Barang siapa yang mengagungkan atau memuliakan bulan Sya'ban, taat beribadah kepada Allah, mengerjakan ibadahnya tanpa ria (ingin dipuji orang), menahan dirinya berbuat ma'siat. Allah akan mengampuni dosanya dan menjamin akan selamat dari bahaya dan penyakit yang akan datang di tahun itu.
والله اعلم بالصواب
انتهي، ذرةالناصحين ٢٠٧-٢٠٨

Friday, July 31, 2009

10 Tanda Kiamat

Dari Huzaifah bin Asid Al-Ghifari ra. berkata: "Datang kepada kami Rasulullah saw. dan kami pada waktu itu sedang berbincang-bincang. Lalu beliau bersabda: "Apa yang kamu perbincangkan?". Kami menjawab: "Kami sedang berbincang tentang hari qiamat". Lalu Nabi saw. bersabda: "Tidak akan terjadi hari qiamat sehingga kamu melihat sebelumnya sepuluh macam tanda-tandanya". Kemudian beliau menyebutkannya: "Asap, Dajjal, binatang, terbit matahari dari tempat tenggelamnya, turunnya Isa bin Maryam alaihissalam, Ya’juj dan Ma'juj, tiga kali gempa bumi, sekali di timur, sekali di barat dan yang ketiga di Semenanjung Arab dan terakhir adalah api yang keluar dari arah negeri Yaman yang akan menghalau manusia menuju Padang Mahsyar mereka".
(H.R Muslimi)
Keterangan
Sepuluh tanda-tanda qiamat yang disebutkan Rasulullah saw. dalam hadis ini adalah tanda-tanda qiamat yang besar-besar, akan terjadi di saat hampir tibanya hari qiamat. Sepuluh tanda itu ialah:

1.Dukhan (asap) yang akan keluar dan mengakibatkan penyakit yang seperti flu di kalangan orang-orang yang beriman dan akan mematikan semua orang kafir.
2.Dajjal yang akan membawa fitnah besar yang akan merenggut keimanan, hingga banyak orang yang akan terpedaya dengan rayuannya.
3.Binatang besar yang keluar bergerombol dari Bukit Shafa di Mekah yang akan membawa berita bahawa manusia tidak beriman lagi kepada Allah swt.
4.Matahari akan terbit dari tempat tenggelamnya. Maka pada saat itu Allah swt. tidak lagi menerima iman orang kafir dan tidak menerima taubat daripada orang yang berdosa.
5.Turunnya Nabi Isa alaihissalam ke permukaan bumi ini. Beliau akan mendukung pemerintahan Imam Mahadi yang berdaulat pada masa itu dan beliau akan mematahkan segala salib yang dibuat oleb orang-orang Kristian dan beliau juga yang akan membunuh Dajjal.
6.Keluarnya bangsa Ya'juj dan Ma'juj yang akan membuat kerusakan dimuka bumi ini, yaitu apabila mereka bisa menghancurkan dinding yang dibuat dari besi bercampur tembaga yang telah didirikan oleh Zul Qarnain bersama dengan pembantu-pembantunya pada zaman dahulu.
7.Gempa bumi di Timur.
8.Gempa bumi di Barat.
9.Gempa bumi di Semenanjung Arab.
10.Api besar yang akan menghalau manusia menuju ke Padang Mahsyar. Api itu akan bermula dari arah negeri Yaman.

Pendapat Imam Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fathul Bari beliau mengatakan: "Apa yang dapat ditarjihkan (pendapat yang terpilih) dari himpunan hadis-hadis Rasulullah Saw. bahawa keluarnya Dajal adalah yang mendahului segala petanda-petanda besar yang mengakibatkan perubahan besar yang berlaku dipermukaan bumi ini. Keadaan itu akan disudahi dengan kematian Nabi Isa alaihissalam (setelah belian turun dari langit). Kemudian terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya adalah permulaan tanda-tanda qiamat yang besar yang akan merusakkan sistem alam cakerawala yang mana kejadian ini akan disudahi dengan terjadinya peristiwa qiamat yang dahsyat itu. Barangkali keluarnya binatang yang disebutkan itu adalah terjadi di hari yang mana matahari terbit dari tempat tenggelamnya".

Monday, July 27, 2009

Semoga Rumahmu Membuat Bahagia

Mengasingkan diri yang diajarkan syariat dan sunah Rasul adalah
menjauhkan diri dari kejahatan dan pelakunya, orang-orang yang banyak
waktu kosongnya, orang-orang yang lalai, dan orang-orang yang senang
membuat huru-hara. Dengan begitu, jiwa Anda akan selalu terkendali, hati
menjadi tenang dan sejuk, pikiran selalu jernih, dan Anda akan merasa
leluasa dan bahagia berada di taman-taman ilmu pengetahuan.

Mengasingkan diri (uzlah) dari semua hal yang melalaikan manusia
dari kebaikan dan ketaatan merupakan obat yang sudah diuji coba dan
dibuktikan kemujarabannya oleh para ahli pengobatan hati. Banyak cara
untuk menjauhkan diri dari kejahatan dan permainan yang sia-sia.

Diantaranya adalah; mengisi waktu dengan menyuntikkan wawasan baru
ke dalam akal pikiran, menjalankan semua hal yang sesuai dengan kaedah
"takut kepada Allah", dan juga menghadiri majelis-majelis pertaubatan dan
dzikir. Betapapun, perkumpulan atau majelis yang terpuji dan patut
dikunjungi adalah yang digunakan untuk menjalankan shalat berjamaah,
menuntut dan mengajarkan ilmu, atau untuk saling membantu dalam
kebaikan. Maka dari itu, hindarilah majelis-majelis yang tidak jelas tujuannya
dan tidak pula berguna! Jaga kesucian kulit Anda, tangisilah kesalahan
Anda dan jagalah lidah! Semoga, dengan itu rumah Anda dapat
membahagiakan hati Anda.

Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan merupakan serangan
mematikan bagi jiwa dan ancaman yang membahayakan keamanan dan
kedamaian diri Anda. Pasalnya, melakukan hal itu berarti Anda telah bergaul
dengan setan-setan pembisik desas-desus, penebar kabar bohong, peramal
bencana dan petaka. Dan itu, akan membuat Anda mati tujuh kali dalam
sehari sebelum Anda benar-benar mati. Maka,
{Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah
kamu selain dari kerusakan belaka.}
(QS. At-Taubah: 47)

Atas dasar itu, harapan saya adalah supaya Anda menjalani
bagaimanapun kondisi Anda, tetap menyendiri di 'kamar' Anda dan hanya
keluar untuk berkata atau berbuat baik saja. Pada saat seperti itu hati Anda
akan benar-benar menjadi milik Anda, sehingga waktu dan umur Anda
selamat dari kesia-siaan, lidah Anda terhindar dari menggunjing (ghibah),
hati Anda bersih dari kerisauan, telinga Anda terjauhkan dari ucapan kotor,
dan jiwa Anda bebas dari berburuk sangka. Barangsiapa mencoba sesuatu,
niscaya akan mengetahuinya. Barangsiapa membiarkan dirinya hanyut dalam
gumpalan kasak-kusuk dan terseret ke dalam komunitas orang-orang yang
tidak berilmu, serta senang berbuat yang sia-sia, maka katakan kepadanya:
Selamat tinggal!

Friday, July 10, 2009

MLM Menurut Hukum Islam

MLM dilihat dari sisi hukum/ fiqh formal, termasuk jenis usaha yang tidak diperbolehkan, karena kategori memakan harta orang lain dengan cara tidak benar.
Allah SWT. berfirman yang artinya;

“Janganlah kalian semua memakan harta diantara kamu dengan cara Baatil/ tidak benar”
(An- Nisaa’ ayat 27)

Dalam hal ini Ulama’ menegaskan bahwa setiap jenis usaha yang tidak ada Kulfah / beban, maka usaha yang demikian cacat dimata hukum.

Hal ini karena dalam MLM ada suatu hasil yang didapat tanpa ada jerih payah sama sekali. Sebab dalam sistem ini anggota yang yang berada diatas akan terdongkrak dan bertambah points dan keuntungannya dengan bertambahnya anggota atau point ketika anggota yang berada dibawahnya mendapat down line atau point, padahal anggota yang berada diatas sama sekali tidak melakukan suatu usaha yang riil.
(I’anatut Tholibin Juz : III Hal : 123)

Dalam MLM juga terdapat syarat yang dianggap merusak aqad, seperti persyaratan membeli dengan iming-iming sejumlah imbalan, dan lagi Tasharuf (Red. Alokasi) dana yang dijalankan oleh MLM tidak ada kejelasan, apakah itu dibuat usaha dagang, kerjasama perkongsian, atau lainnya.
(Alfiqh ‘alal madzahib al-arba’ah Juz : II Hal : 228)
( Hasyiyah Al-Syarqowi Juz : II Hal : 53 )

Catatan;

1. untuk hukumnya sendiri sebenarnya ada yang mengatakan boleh, cuma kita ambil yang lebih hati2

2. Diharap bagi segenap kaum muslimin untuk berhati-hati, sebab ada diantara mereka yang melakukan penipuan dengan modus MLM.

3. Bagi Sobat yang punya dalil yang memperkenankan, dari Ulama’ yang bisa dipertanggung jawabankan atau dari kitab fiqih yang mu’tabar, silahkan Sobat mengikutinya.

sumber: http://langitan.net/?p=90

Monday, July 6, 2009

Isi Waktu Luang Dengan Berbuat!

Orang-orang yang banyak menganggur dalam hidup ini, biasanya akan
menjadi penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat. Itu karena akal
pikiran mereka selalu melayang-layang tak tahu arah.

Dan,
{Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang.}
(QS. At-Taubah: 87)
Saat paling berbahaya bagi akal adalah manakala pemiliknya
menganggur dan tak berbuat apa-apa. Orang seperti itu, ibarat mobil yang
berjalan dengan kecepatan tinggi tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan
dan ke kiri.

Bila pada suatu hari Anda mendapatkan diri Anda menganggur tanpa
kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah, dan cemas! Sebab, dalam
keadaan kosong itulah pikiran Anda akan menerawang ke mana-mana;
mulai dari mengingat kegelapan masa lalu, menyesali kesialan masa kini,
hingga mencemaskan kelamnya masa depan yang belum tentu Anda alami.
Dan itu, membuat akal pikiran Anda tak terkendali dan mudah lepas kontrol.
Maka dari itu, saya nasehatkan kepada Anda dan diriku sendiri bahwa
mengerjakan amalan-amalan yang bermanfaat adalah lebih baik daripada
terlarut dalam kekosongan yang membinasakan. Singkatnya, membiarkan
diri dalam kekosongan itu sama halnya dengan bunuh diri dan merusak
tubuh dengan narkoba.

Waktu kosong itu tak ubahnya dengan siksaan halus ala penjara Cina;
meletakkan si narapidana di bawah pipa air yang hanya dapat meneteskan
air satu tetes setiap menit selama bertahun-tahun. Dan dalam masa
penantian yang panjang itulah, biasanya seorang napi akan menjadi stres
dan gila.

Berhenti dari kesibukan itu kelengahan, dan waktu kosong adalah
pencuri yang culas. Adapun akal Anda, tak lain merupakan mangsa empuk
yang siap dicabik-cabik oleh ganasnya terkaman kedua hal tadi; kelengahan
dan si "pencuri".

Karena itu bangkitlah sekarang juga. Kerjakan shalat, baca buku,
bertasbih, mengkaji, menulis, merapikan meja kerja, merapikan kamar, atau
berbuatlah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain untuk mengusir
kekosongan itu! Ini, karena aku ingin mengingatkan Anda agar tidak
berhenti sejenak pun dari melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Bunuhlah setiap waktu kosong dengan 'pisau' kesibukan! Dengan
cara itu, dokter-dokter dunia akan berani menjamin bahwa Anda telah
mencapai 50% dari kebahagiaan. Lihatlah para petani, nelayan, dan para
kuli bangunan! Mereka dengan ceria mendendangkan lagu-lagu seperti
burung-burung di alam bebas. Mereka tidak seperti Anda yang tidur di
atas ranjang empuk, tetapi selalu gelisah dan menyeka air mata
kesedihan.

Sunday, July 5, 2009

Iman Adalah Kehidupan

Orang-orang yang sesungguhnya paling sengsara adalah mereka yang
miskin iman dan mengalami krisis keyakinan. Mereka ini, selamanya akan
berada dalam kesengsaraan, kepedihan, kemurkaan, dan kehinaan.
{Dan, barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit.}
(QS. Thaha: 124)

Tak ada sesuatu yang dapat membahagiakan jiwa, membersihkannya,
menyucikannya, membuatnya bahagia, dan mengusir kegundahan darinya,
selain keimanan yang benar kepada Allah s.w.t., Rabb semesta alam.
Singkatnya, kehidupan akan terasa hambar tanpa iman.
Dalam pandangan para pembangkang Allah yang sama sekali tidak
beriman, cara terbaik untuk menenangkan jiwa adalah dengan bunuh diri.
Menurut mereka, dengan bunuh diri orang akan terbebas dari segala tekanan,
kegelapan, dan bencana dalam hidupnya. Betapa malangnya hidup yang
miskin iman! Dan betapa pedihnya siksa dan azab yang akan dirasakan oleh
orang-orang yang menyimpang dari tuntunan Allah di akherat kelak!
{Dan, (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka
belum pernah beriman kepadanya (al-Quran) pada permulaannya, dan Kami
biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat sesat.}
(QS. Al-An'am: 110)

Kini, sudah saatnya dunia menerima dengan tulus ikhlas dan beriman
dengan sesungguhnya bahwa "tidak ada llah selain Allah". Betapapun,
pengalaman dan uji coba manusia sepanjang sejarah kehidupan dunia ini
dari abad ke abad telah membuktikan banyak hal; menyadarkan akal bahwa
berhala-berhala itu takhayul belaka, kekafiran itu sumber petaka,
pembangkangan itu dusta, para rasul itu benar adanya, dan Allah benarbenar
Sang Pemilik kerajaan bumi dan langit— segala puji bagi Allah dan
Dia sungguh-sungguh Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Seberapa besar — kuat atau lemah, hangat atau dingin — iman Anda,
maka sebatas itu pula kebahagiaan, ketentraman, kedamaian dan
ketenangan Anda.

{Barangsiapa mengerjakan amal salih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.}
(QS. An-Nahl: 97)

Sunday, June 14, 2009

Rahasia Tahajud

Abi Dzar al-ghifari رضي الله تعلي عنه Meriwayatkan dalam kitab Tafsir Hamamy Halaman 13 pada ayat "والشمس تجر لمستقرلها ذلك تقديرالعزيزالعليم"
Nabi bertanya kepada Abi Dzar pada suatu sore ketika Matahari akan tenggelam
"Wahai Abi Dzar Tahukah engkau kemana matahari itu pergi?" "Hanya Allah dan Rosulnya yang tahu" jawab Abi Dzar.."
"Wahai Abi Dzar, sesungguhnya matahari itu pergi dan berjalan ke bawah arasy dan meminta izin kepada allah untuk bersujud, setelah bersujud ia meminta izin tidak akan muncul besok pagi menerangi alam ini selama masih banyak yang berma'siat dan menjalankan berbagai pemunkaran.
Tentu saja allah tidak memenuhi permintaan itu dan berkata: Kembalilah ketempatmu dan lakukan apa yang harus kau lakukan. Sebagai mana Allah berfirman:
والشمس تجر لمستقرلها ذلك تقديرالعزيزالعليم

Lalu matahari pun kembali melaksanakan perintah Allah sampai hari kiamat,
Pada saat kiamat hampir tiba, banyak orang-orang Fasiq, para pelacur, banyak pema'siatan dan dosa, dan tidak ada orang yang bisa mencegah semua itu, hukum-hukum Syari'at sangat lemah. Maka disitulah Matahari kembali bersujud di bawah Arasy dalam kurun waktu sehari, tidak di beri izin oleh Allah untuk muncul pada pagi hari, demikian halnya dengan Bulan, jadi mereka saat itu berada di satu tempat yang sama dalam kurun waktu tiga hari.

Maka panjanglah waktu malam itu, bayangkan tiga malam dibuat satu malam oleh Allah, Subhanallah..
dan tidak ada yang mengetahui semua itu kecuali orang-orang yang sering melaksanakan tahajud. Bagaimana dengan orang-orang ini?

Tetkala terbangun dari tidurnya, maka mereka berdiri untuk melaksakan bermacam ibadah kepada allah, Shalat, Dzikir, Wirid, dan ibadah-ibadah sunnah lainnya yang mereka lakukan seperti malam-malam sebelumnya.
Namun malam itu ada yang aneh, biasanya setelah selesai membaca Qur'an atau setelah selesai wirid, fajar akan muncul (tiba waktu shalat subuh), tapi ketika mereka melihat keluar bintang gemintang masih pada tempatnya belum ada tanda-tanda fajar akan muncul, mereka menyangka ibadah mereka yang kurang dan mereka pun kembali melanjutkan lagi ibadahnya..Setelah berlangsung beberapa lama kembali mereka melihat keluar dan masih tetap bintang pada tempatnya tidak berubah sedikit pun. Disitulah mereka merasa bahwa ini adalah pertanda kiamat, mereka memberi tahu kerabat lainnya yang masih beriman kepada allah dan berkumpul di masjid, mereka bertaubat kepada allah, menangis memohon ampunananya.

Semua itu terjadi di seluruh negara di dunia, tapi hanya sedikit diantaranya yang masih beriman kepada allah, kebanyakan dari manusia telah kafir, dan menghinakan dirinya demi kesenangan dunia.

Setelah genap tiga hari allah memerintahkan kepada Bulan dan matahari untuk muncul dari arah barat, maka pada saat itu matahari muncul dari arah barat demikian halnya dengan Bulan, dan tahulah semua makhluk di bumi bahwa kiamat benar-benar telah dekat, mereka menangis dan bertaubat kepada allah..

Ketika matahari telah sampai di tengah-tengah (sekitar jam 12 siang. pen.), datanglah malaikat Jibril dengan ijin allah menggiring keduanya kembali ke magrib, di magrib ini ada sebuah pintu bernama "Babut-Taubat" panjangnya kira-kira perjalanan 70 tahun, Bulan dan Matahari masuk ke pintu tersebut dan di kuncilah pintu taubat dan penyesalan.

Jadi Berbahagialah orang-orang yang sering melaksakan tahajud, mengajak orang bertahajud adalah wajib, tapi jangan sekali-kali mengatakan kepada orang bahwa "aku telah melaksanakan Tahajud tadi malam", untuk menghindari ria dan buruk sangka dan menghilangkan pahala ibadah kita..
والله اعلم بالصواب

Yakinilah..

Yakinilah Bahwa Anda Tetap Mulia Bersama Para
Penerima Cobaan!
Tengoklah kanan kiri, tidakkah Anda menyaksikan betapa banyaknya
orang yang sedang mendapat cobaan, dan betapa banyaknya orang yang
sedang tertimpa bencana? Telusurilah, di setiap rumah pasti ada yang
merintih, dan setiap pipi pasti pernah basah oleh air mata.

Sungguh, betapa banyaknya penderitaan yang terjadi, dan betapa
banyak pula orang-orang yang sabar menghadapinya. Maka Anda bukan
hanya satu-satunya orang yang mendapat cobaan. Bahkan, mungkin saja
penderitaan atau cobaan Anda tidak seberapa bila dibandingkan dengan
cobaan orang lain. Berapa banyak di dunia ini orang yang terbaring sakit di
atas ranjang selama bertahun-tahun dan hanya mampu membolak-balikkan
badannya, lalu merintih kesakitan dan menjerit menahan nyeri.

Berapa banyak orang yang dipenjara selama bertahun-tahun tanpa
pernah dapat melihat cahaya matahari sekalipun, dan ia hanya mengenal
jeruji'jeruji selnya.
Berapa banyak orang tua yang harus kehilangan buah hatinya, baik
yang masih belia dan lucu-lucunya, atau yang sudah remaja dan penuh
harapan.
Betapa banyaknya di dunia ini orang yang menderita, mendapat ujian
dan cobaan, belum lagi mereka yang harus setiap saat menahan himpitan
hidup.

Kini, sudah tiba waktu Anda untuk memandang diri Anda mulia
bersama mereka yang terkena musibah dan mendapat cobaan. Sudah tiba
pula waktu Anda untuk menyadari bahwasanya kehidupan di dunia ini
merupakan penjara bagi orang-orang mukmin dan tempat kesusahan dan
cobaan. Di pagi hari, istana-istana kehidupan penuh sesak dengan
penghuninya, namun menjelang senja istana-istana itu ambruk menjadi
reruntuhan.

Mungkin saat ini kekuatan masih prima, badan masih sehat,
harta melimpah, dan keturunan banyak jumlahnya. Namun dalam hitungan
hari saja semuanya bisa berubah: jatuh miskin, kematian datang secara tibatiba,
perpisahan yang tak bisa dihindarkan, dan sakit yang tiba-tiba
menyerang.
{Dan, telah nyata bagimu bagaimana Kami berbuat terhadap mereka dan telah
Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan.}
(QS. Ibrahim: 45)

Sebaiknya Anda mempersiapkan diri sebagaimana kesiapan seekor unta
berpengalaman yang akan mengiringi Anda menyeberangi padang sahara.
Bandingkan penderitaan Anda dengan penderitaan orang-orang di sekitar
Anda dan orang-orang sebelum Anda, niscaya Anda akan sadar bahwa Anda
sebenarnya lebih beruntung dibanding mereka. Bahkan, Anda akan
merasakan bahwa penderitaan Anda itu hanyalah duri-duri kecil yang tak
ada artinya. Maka, panjatkan segala pujian kepada Allah atas semua
kebaikan-Nya itu, bersyukurlah kepada-Nya atas semua yang diberikan
kepada Anda, bersabarlah atas semua yang diambil-Nya, dan yakinilah
kemuliaan Anda bersama orang-orang menderita di sekitar Anda.
Banyak suri tauladan Rasulullah s.a.w. yang perlu Anda contoh.

Syahdan, beliau pernah dilempar kotoran unta oleh orang-orang kafir
Makkah, kedua kakinya dicederai dan wajahnya mereka lukai. Dikepung
dalam suatu kaum beberapa lama hingga beliau hanya dapat makan
dedaunan apa adanya saja, diusir dari Makkah, dipukul gerahamnya hingga
retak, dicemarkan kehormatan isterinya, tujuh puluh sahabatnya terbunuh,
dan seorang putera serta sebagian besar puterinya meninggal dunia pada
saat beliau sedang senang-senangnya membelai mereka. Bahkan, karena
terlalu laparnya, beliau pernah mengikatkan batu di perutnya untuk menahan
lapar.

Beliau pernah pula dituduh sebagai seorang penyair (bukan penyampai
wahyu Allah), dukun, orang gila dan pembohong. Namun, Allah
melindunginya dari semua itu. Dan semua hal tadi merupakan cobaan yang
harus beliau hadapi dan penyucian jiwa yang tiada tara dan tandingannya.
Sebelum itu, Nabi Zakariya dibunuh kaumnya, Nabi Yahya dijagal,
Nabi Musa diusir dan dikejar-kejar, dan Ibrahim dibakar. Cobaan-cobaan
itu juga menimpa para khalifah dan pemimpin kita; Umar r.a. dilumuri dengan
darahnya sendiri, Utsman dibunuh diam-diam, dan Ali ditikam dari
belakang. Dan masih banyak lagi para pemimpin kita yang juga harus
menerima punggungnya penuh bekas cambukan, dijebloskan ke dalam
penjara, dan juga dibuang ke negari lain.

{Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang
kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang'orang terdahulu sebelum kamu?
Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan).}
(QS. Al-Baqarah: 214)

Saturday, June 13, 2009

Nikmatnya Ilmu Pengetahuan

Nikmatnya Ilmu Pengetahuan
{Dan, Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan
adalah karunia Allah itu sangat besar.}
(QS. An-Nisa': 113)

Kebodohan merupakan tanda kematian jiwa, terbunuhnya kehidupan
dan membusuknya umur.
{Sesungguhnya, Aku mengingatkan kepadamu supaya kamu tidak termasuk orang-
orang yang tidak berpengetahuan.}
(QS. Hud: 46)

Sebaliknya, ilmu adalah cahaya bagi hati nurani, kehidupan bagi ruh
dan bahan bakar bagi tabiat.
{Dan, apakah orang yang mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang berkali-kali tidak dapat keluar daripadanya?}
(QS. Al-An'am: 122)

Kebahagian, kedamaian, dan ketentraman hati senantiasa berawal
dari ilmu pengetahuan. Itu terjadi karena ilmu mampu menembus yang samar,
menemukan sesuatu yang hilang, dan menyingkap yang tersembunyi. Selain
itu, naluri dari jiwa manusia itu adalah selalu ingin mengetahui hal-hal
yang baru dan ingin mengungkap sesuatu yang menarik.

Kebodohan itu sangat membosankan dan menyedihkan. Pasalnya, ia
tidak pernah memunculkan hal baru yang lebih menarik dan segar, yang
kemarin seperti hari ini, dan yang hari ini pun akan sama dengan yang akan
terjadi esok hari.

Bila Anda ingin senantiasa bahagia, tuntutlah ilmu, galilah
pengetahuan, dan raihlah pelbagai manfaat, niscaya semua kesedihan,
kepedihan dan kecemasan itu akan sirna.
{Dan, katakanlah: "Ya Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."}
(QS. Thaha: 114)

{Bacalah dengan nama Rabb-mu Yang menciptakan.}
(QS. Al-'Alaq: 1)

"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan
pandaikan ia dalam agama." (Al-Hadits)
Janganlah seseorang sombong dengan harta atau kedudukannya, kalau
memang ia tak memiliki ilmu sedikit pun. Sebab, kehidupannya tidak akan
sempurna.

{Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu
itu benar sama dengan orang yang buta.}
(QS. Ar-Ra'd: 19)

Az-Zamakhsyari, dalam sebuah syairnya berkata:

Malam-malamku untuk merajut ilmu yang bisa dipetik,
menjauhi wanita elok dan harumnya leher

Aku mondar-mandir untuk menyelesaikan masalah sulit,
lebih menggoda dan manis dari berkepit betis nan panjang
Bunyi penaku yang metiari di atas kertas-kertas,
lebih manis daripada berada di belaian wanita dan kekasih
Bagiku lebih indah melemparkan pasir ke atas kertas
daripada gadis-gadis yang menabuh dentum rebana
Hai orang yang berusaha mencapai kedudukanku lewat angannya,
sungguh jauh jarak antara orang yang diam dan yang lain,

Apakah aku yang tidak tidur selama dua purnama dan engkau
tidur nyenyak, setelah itu engkau ingin menyamai derajatku
Alangkah mulianya ilmu pengetahuan. Alangkah gembiranya jiwa
seseorang yang menguasainya. Alangkah segarnya dada orang yang penuh
dengannya, dan alangkah leganya perasaan orang yang menguasainya.

{Maka, apakah orang yang berpegang teguh pada keterangan yang datang dari
Rabb-nya sama dengan orang (setan) yang menjadikan dia memandang baik
perbuatannya yang buruk dan mengikuti hawa nafsunya?}
(QS. Muhammad: 14)

Friday, June 12, 2009

Ataukah Mereka Dengki..

"Ataukah mereka dengki pada manusia atas apa yang
Allah karuniakan kepadanya?"
Kedengkian (hasad) itu seperti makanan asin yang senantiasa
merapuhkan tulang. Hasad itu juga seperti penyakit kronis yang selalu
menggerogoti tubuh pelan-pelan hingga rusak dan membusuk. Ada
ungkapan: "Tak ada yang menyenangkan dari seorang pendengki, karena
ia akan selalu menjadi musuh dalam selimut". Ada pula orang-orang yang
berkata seperti ini: "Celaka benar seorang pendengki; memulai dengan
persahabatan dan mengakhiri dengan pembunuhan."

Saya berusaha mencegah diri pribadi saya dan juga Anda agar tidak
mengidap penyakit dengki. Ini merupakan wujud kasih sayang saya terhadap
diri saya sendiri dan terhadap Anda sebelum dapat mencurahkan kasih
sayang kepada orang lain. Bagaimanapun, dengan dengki terhadap orang
lain, kita sama halnya dengan memberi makan kegalauan kepada dagingdaging
kita, memberi minum kegelisahan kepada darah kita, dan
menebarkan rasa kantuk pelupuk mata kita kepada orang lain.

Seorang pendengki, ibarat orang yang menyalakan pemanggang roti,
lalu setelah panas ia menceburkan dirinya sendiri ke dalam pemanggang
itu. Keresahan, kecemasan dan kegelisahan hidup merupakan penyakitpenyakit
yang dllahirkan oleh sifat dengki untuk mengakhiri ketentraman,
kesejahteraan, dan kebahagiaan hidup. Bencana besar yang menimpa seorang
pendengki adalah dikarenakan ia selalu melawan qadha' (ketentuan Allah),
menuduh Allah tidak adil dalam kebijakan-Nya, melecehkan syariat,
dan selalu menyeleweng dari ajaran-ajaran yang disampaikan oleh
Rasulullah.

Sungguh, kedengkian itu merupakan penyakit yang tidak bakal
mendatangkan pahala, dan juga bukan cobaan yang akan mendatangkan
balasan baik dari Allah bagi para pelakunya. Seorang pendengki akan selalu
panas ketika melihat orang lain mendapatkan kenikmatan dan kelebihan.
Dan itu akan berlanjut sampai ia mati, atau kadang sampai kenikmatan
orang lain tadi sudah tidak ada lagi.

Semua orang boleh diajak bersahabat, kecuali seorang pendengki.
Sebab, seorang pendengki akan selalu membawa kita agar menyepelekan
nikmat-nikmat Allah, menanggalkan semua kepribadian baik kita,
melepaskan ciri kehormatan kita, dan meninggalkan semua sejarah baik
kita. Itulah hal-hal yang akan membuat seorang pendengki menerima —
meski mungkin dengan berat hati — Anda sebagai sahabatnya. Akan tetapi,
bukankah kita harus berlindung kepada Allah dari kejahatan seorang
pendengki ketika mendengki? Betapapun, seorang pendengki itu tetap
seperti ular hitam berbisa yang tidak akan pernah diam sebelum
menyemburkan bisanya pada tubuh yang tak berdosa.

Sungguh, saya peringatkan Anda agar jangan sekali-kali mencoba
untuk memiliki rasa dengki. Berlindunglah kepada Allah agar tidak bergaul
dengan seorang pendengki, karena Dia-lah yang selalu mengawasi Anda!

Thursday, June 11, 2009

Tersenyumlah!

Tertawa yang wajar itu laksana 'balsem' bagi kegalauan dan 'salep'
bagi kesedihan. Pengaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa
bergembira dan hati berbahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda' sempat
berkata, "Sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku.
Dan Rasulullah s.a.w. sendiri sesekali tertawa bingga tampak gerahamnya.
Begitulah tertawanya orang-orang yang berakal dan mengerti tentang
penyakit jiwa serta pengobatannya."

Tertawa merupakan puncak kegemhiraan, titik tertinggi keceriaan,
dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang
tidak berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah, "Janganlah engkau
banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati." Yakni, tertawalah
sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi,

"Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah." Bahkan, tertawalah
sebagaimana Nabi Sulaiman ketika,
{... ia tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.}
(QS. An-Naml: 19),
Janganlah tertawa sinis dan sombong sebagaimana dilakukan orangorang
kafir,
{... tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami
dengan serta merta mereka menertawakannya.}
(QS. Az-Zukhruf: 47)

Dan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada penghuni surga
adalah tertawa.

{Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir.}
(QS. Al-Muthaffifin: 34)

Orang Arab senang memuji orang yang murah senyum dan selalu
tampak ceria. Menurut mereka, perangai yang demikian itu merupakan
pertanda kelapangan dada, kedermawanan sifat, kemurahan hati,
kewibawaan perangai, dan ketanggapan pikiran.

Wajah nan berseri tanda suka memberi,
dan, tentu bersuka cita saat dipinta.
Dalam kitab "Harim", Zuher bersyair,
kau melihatnya senantiasa gembira saat kau datang,
seolah engkau memberinya apa yang engkau minta padanya
Pada dasarnya, Islam sendiri dibangun atas dasar prinsip prinsip
keseimbangan dan kemoderatan, baik dalam hal akidah, ibadah, akhlak
maupun tingkah laku. Maka dari itu, Islam tak mengenal kemuraman yang
menakutkan, dan tertawa lepas yang tak berarturan. Akan tetapi sebaliknya,
Islam senantiasa mengajarkan kesungguhan yang penuh wibawa dan ringan
langkah yang terarah.

Abu Tamam mengatakan,
"Demi jiwaku yang bapakku menebusnya untukku,
ia laksana pagi yang diharapkan dan bintang yang dinantikan.
Canda kadang menjadi serius,
namun hidup tanpa canda jadi kering kerontang"
Muram durja dan muka masam adalah cermin dari jiwa yang galau,
pikiran yang kacau, dan kepala yang rancau balau. Dan,
{Sesudah itu, dia bermuka masam dan merengut.}
(QS. Al-Muddatstsir: 22)

Wajah mereka cemberut karena sombong,
seolah mereka dilempar dengan paksa ke neraka.
Tidak seperti kaum, yang bila kau jumpai bak bintang
gemintang yang jadi petunjuk bagi pejalan malam.
Sabda Rasulullah: "Meski engkau hanya menjumpai saudaramu dengan
wajah berseri."

Dalam Faidhul Khathir, Ahmad Amin menjelaskan demikian: "Orang
yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang
paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang paling
mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang
yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan,
serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain."

Andai saja saya disuruh memilih antara harta yang banyak atau
kedudukan yang tinggi dengan jiwa yang tenteram damai dan selalu
tersenyum, pastilah aku memilih yang kedua. Sebab, apa artinya harta yang
banyak bila wajah selalu cemberut? Apa artinya kedudukan bila jiwa selalu
cemas? Apa artinya semua yang ada di dunia ini, bila perasaan selalu sedih
seperti orang yang usai mengantar jenazah kekasihnya? Apa arti kecantikan
seorang isteri jika selalu cemberut dan hanya membuat rumah tangga menjadi
neraka saja? Tentu saja, seorang isteri yang tidak terlalu cantik akan seribu
kali lebih baik jika dapat menjadikan rumah tangga senantiasa laksana surga
yang menyejukkan setiap saat.

Senyuman tak akan ada harganya bila tidak terbit dari hati yang tulus
dan tabiat dasar seorang manusia. Setiap bunga tersenyum, hutan tersenyum,
sungai dan laut juga tersenyum. Langit, bintang-gemintang dan burungburung,
semuanya tersenyum. Dan manusia, sesuai watak dasarnya adalah
makhluk yang suka tersenyum. Itu bila dalam dirinya tidak bercokol penyakit
tamak, jahat, dan egoisme yang selalu membuat rona wajah tampak selalu
kusut dan cemberut.
Adapun bila ketiga hal itu meliputi seseorang, niscaya
ia akan menjelma sebagai manusia yang selalu mengingkari keindahan alam
semesta. Artinya, orang yang selalu bermuram durja dan pekat jiwanya tak
akan pernah melihat keindahan dunia ini sedikitpun. Ia juga tak akan mampu
melihat hakekat atau kebenaran dikarenakan kekotoran hatinya.

Betapapun, setiap manusia akan melihat dunia ini melalui perbuatan, pikiran
dan dorongan hidupnya. Yakni, bila amal perbuatannya baik, pikirannya
bersih dan motivasi hidupnya suci, maka kacamata yang akan ia gunakan
untuk melihat dunia ini pun akan bersih. Dan karena itu, ia akan melihat
dunia ini tampak sangat indah mempesona. Namun, bila tidak demikian,
maka kacamata yang akan ia gunakan melihat dunia ini adalah kacamata
gelap yang membuat segala sesuatu di dunia ini tampak serba hitam dan
pekat.

Ada jiwa-jiwa yang dapat membuat setiap hal terasa berat dan sengsara.
Tapi, ada pula jiwa-jiwa yang mampu membuat setiap hal menjadi sumber
kebahagiaan. Konon, ada seorang wanita yang di rumahnya selalu melihat
segala sesuatu salah di matanya. Akibatnya, sepanjang hari ia merasa dalam
gelap gulita; hanya karena sebuah piring pecah, makanan keasinan karena
terlalu banyak garam, atau kakinya menginjak sobekan kertas di dalam
kamar, ia sontak berteriak dan memaki siapa dan apa saja yang ada di
rumahnya. Hal seperti ini sangat berbahaya sebagaiamana percikan api
yang setiap saat siap melahap apa saja yang ada di depannya.

Ada pula seorang laki-laki yang acapkali membuat hidupnya dan orang-
orang disekelilingnya terasa berat dan sengsara hanya dikarenakan
dirinya salah dalam memahami atau mengartikan maksud perkataan orang
lain, perkara atau kesalahan sepele yang terjadi pada dirinya, keuntungan
kecil yang tak berhasil diraihnya, atau dikarenakan oleh sebuah keuntungan
yang tidak sesuai dengan harapannya.
Begitulah ia memandang dunia ini;
semua terasa gelap. Ironisnya, ia pun akan membuat semua itu terasa gelap
pula oleh orang lain di sekitarnya. Dan orang-orang seperti ini sangat mudah
mendramatisir suatu keburukan; sebuah biji kesalahan ia besar-besarkan
hingga tampak sebesar kubah, dan setangkai benih kesulitan dapat terasa
seperti sebatang pohon kesengsaraan.
Maka dari itu, mereka pun tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kebaikan. Mereka tidak pernah puas dan senang dengan sebanyak apapun pemberian yang pernah ia terima.
Hidup ini adalah seni bagaimana membuat sesuatu.

Dan seni harus dipelajari serta ditekuni. Maka sangatlah baik bila manusia berusaha keras
dan penuh kesungguhan mau belajar tentang bagaimana menghasilkan
bunga-bunga, semerbak harum wewangian, dan kecintaan di dalam
hidupnya. Itu lebih baik daripada ia terus menguras tenaga dan waktunya
hanya untuk menimbun harta di saku atau gudangnya.

Apalah arti hidup ini, bila hanya habis untuk mengumpulkan harta benda dan tak
dimanfaatkan sedikitpun untuk meningkatkan kualitas kasih sayang, cinta,
keindahan dalam hidup ini?
Banyak orang yang tidak mampu melihat indahnya kehidupan ini.
Mereka hanya membuka matanya untuk dirham dan dinar semata. Maka,
meskipun berjalan melewati sebuah taman yang rindang, bunga-bunga yang
cantik mempesona, air jernih yang memancar deras, burung-burung yang
berkicau riang, mereka sama sekali tidak tertarik dengan semua itu.
Di mata dan pikirannya hanya ada uang —berapa yang masuk dan keluar hari
itu— saja. Padahal, kalau dipikir lebih dalam, sebenarnya ia hams membuat
uang itu menjadi sarana yang baik untuk membangun sebuah kehidupan
yang bahagia. Tapi sayang, mereka justru membalikkan semuanya; mereka
menjual kebahagiaan hidup hanya demi mendapatkan uang, dan bukan
bagaimana membeli kebahagiaan hidup dengan uang.

Struktur mata kita telah diciptakan sedemikian rupa dan unik agar kita dapat melihat
keindahan. Namun, ternyata kita acapkali membiasakannya hanya untuk
melihat uang dan uang.
Tidak ada yang membuat jiwa dan wajah menjadi demikian muram
selain keputusasaan. Maka, jika Anda menginginkan senyuman,
tersenyumlah terlebih dahulu dan perangilah keputusasaan. Percayalah,
kesempatan itu selalu terbuka, kesuksesan selalu membuka pintunya untuk
Anda dan untuk siapa saja. Karena itu, biasakan pikiran Anda agar selalu
menatap harapan dan kebaikan di masa yang akan datang.

Jika Anda meyakini diri Anda diciptakan hanya untuk meraih hal-hal
yang kecil, maka Anda pun hanya akan mendapatkan yang kecil-kecil saja
dalam hidup ini. Tapi sebaliknya, bila Anda yakin bahwa diri Anda diciptakan
untuk menggapai hal-hal yang besar, niscaya Anda akan memiliki semangat
dan tekad yang besar yang akan mampu menghancurkan semua aral dan
hambatan. Dengan semangat itu pula Anda akan dapat menembus setiap
tembok penghalang dan memasuki lapangan kehidupan yang sangat luas
untuk suatu tujuan yang mulia. Ini dapat kita saksikan dalam banyak
kenyataan hidup.

Barangsiapa ikut lomba lari seratus meter misalnya, ia akan merasa capek tatkala telah menyelesaikannya. Lain halnya dengan
seorang peserta lomba lari empat ratus meter, ia belum merasa capek tatkala
sudah menempuh jarak seratus atau dua ratus meter. Begitulah adanya,
jiwa hanya akan memberikan kadar semangat sesuai dengan kadar atau
tingkatan sesuatu yang akan dicapai seseorang.
Maka, pikirkan setiap tujuan Anda. Dan jangan lupa, hendaklah tujuan Anda itu selalu yang tinggi dan sulit dicapai. Jangan pernah putus asa selama masih dapat mengayunkan
kaki untuk menempuh langkah baru setiap harinya. Sebab, rasa putus asa,
patah semangat, selalu berpandangan negatif terhadap segala sesuatu, suka
mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, dan besar mulut hanya akan
menghambat langkah, menciptakan kemuraman; dan menempatkan jiwa
di dalam sebuah penjara yang pengap.

Penerimaan seseorang terhadap suatu hal tidaklah sama dengan
penerimaanya terhadap seorang pendidik yang telah berjasa mengembangkan
dan mengarahkan bakat alamiahnya, meluaskan cakrawala pemikirannya,
menanamkan kebiasaan ramah dan murah hati dalam dirinya, mengajarkan
kepadanya bahwa sebaik-baik tujuan hidup adalah berusaha menjadi sumber
kebaikan bagi masyarakatnya sesuai dengan kemampuannya,
mengarahkannya agar senantiasa menjadi matahari yang memancarkan
cahaya, kasih sayang dan kebaikan, dan yang telah menuntunnya agar
memiliki hati yang penuh dengan empati, kasih sayang, rasa perikemanusiaan,
serta merasa senang berbuat baik kepada siapa saja yang berhubungan
dengannya.

Setiap kali melihat kesulitan, jiwa seseorang yang murah senyum justru
akan menikmati kesulitan itu dengan memacu diri untuk mengalahkannya.
Begitu ia memperlakukan suatu kesulitan; melihatnya lalu tersenyum,
menyiasatinya lalu tersenyum, dan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum.

Berbeda dengan jiwa manusia yang selalu risau. Setiap kali menjumpai
kesulitan, ia ingin segera meninggalkannya dan melihatnya sebagai sesuatu
yang amat sangat besar dan memberatkan dirinya. Dan itulah yang acapkali
menyebabkan semangat seseorang menurun dan asanya berkurang. Bahkan,
tak jarang orang seperti ini berdalih dengan kata-kata "Seandainya ...,"
"Kalau saja ...," dan "Seharusnya ...." Orang seperti ini sangatlah nista.

Bukan zaman yang mengutuknya, tapi dirinya dan pendidikan yang telah
membesarkannya. Bagaimana tidak, ia menginginkan keberhasilan dalam
menjalani kehidupan ini, tapi tanpa mau membayar ongkosnya. Orang seperti
ini ibarat seseorang yang hendak berjalan tetapi selalu dibayangi oleh seekor
singa yang siap menerkam dirinya dari belakang. Akibatnya, ia hanya
menunggu langit menurunkan emasnya atau bumi mengeluarkan kandungan
harta karunnya.

Kesulitan-kesulitan dalam kehidupan ini merupakan perkara yang nisbi.
Yakni, segala sesuatu akan terasa sulit bagi jiwa yang kerdil, tapi bagi jiwa
yang besar tidak ada istilah kesulitan besar. Jiwa yang besar akan semakin
besar karena mampu mengatasi kesulitan-kesulitan itu. Sementara jiwa
yang kecil akan semakin sakit, karena selalu menghindar dari kesulitan
itu. Kesulitan itu ibarat anjing yang siap menggigit; ia akan menggonggong
dan mengejar Anda bila Anda tampak ketakutan saat melihatnya.

Sebaliknya, ia akan membiarkan Anda berlalu di hadapannya dengan tenang
bila Anda tak menghiraukannya, atau Anda berani memelototinya.
Penyakit yang paling mematikan jiwa adalah rasa rendah diri. Penyakit
ini dapat menghilangkan rasa percaya diri dan keyakinan seseorang terhadap
kemampuannya sendiri.
Maka dari itu, meski berani melakukan suatu
pekerjaan, ia tak akan pernah yakin dengan kemampuan dan keberhasilan
dirinya. Ia juga melakukannya dengan tanpa perhitungan yang matang, dan
akhirnya gagal. Percaya diri adalah sebuah karunia yang sangat besar. Ia
merupakan tiang penyangga keberhasilan dalam kehidupan ini. Adalah
sangat berbeda antara "percaya diri" dengan "terlalu percaya diri".

Terlalu percaya diri merupakan perilaku negatif yang senantiasa membuat jiwa
bergantung pada khayalan dan kesombongan semu. Sedangkan percaya diri
merupakan hal positif yang akan mendorong setiap jiwa untuk bergantung
pada kemampuannya sendiri dalam memikul suatu tanggung jawab.
Dan karena itu, ia akan terdorong untuk senantiasai mengembangkan
kemampuannya dan mempersiapkan diri dengan matang dalam menghadapi
segala sesuatu.

Elia Abu Madhi berkata:
Orang berkata, "Langit selalu berduka dan mendung."
Tapi aku berkata, "Tersenyumlah, cukuplah duka cita di langit sana."
Orang berkata, "Masa muda telah berlalu dariku."
Tapi aku berkata, "Tersenyumlah, bersedih menyesali masa muda tak
kan pernah mengembalikannya"
Orang berkata, "Langitku yang ada di dalam jiwa telah membuatku
merana dan berduka.
Janji-janji telah mengkhianatiku ketika kalbu telah menguasainya.

Bagaimana mungkin jiwaku sangggup mengembangkan senyum
manisnya
Maka akupun berkata,"Tersenyum dan berdendanglah,
kala kau membandingkan semua umurmu kan habis untuk merasakan
sakitnya.
Orang berkata, "Perdagangan selalu penuh intrik dan penipuan,
ia laksana musafir yang akan mati karena terserang rasa haus."
Tapi aku berkata, "Tetaplah tersenyum, karena engkau akan
mendapatkan penangkal dahagamu.
Cukuplah engkau tersenyum, karena mungkin hausmu akan sembuh
dengan sendirinya.
Maka mengapa kau harus bersedih dengan dosa dan kesusahan orang
lain, apalagi sampai engkau seolah-olah yang melakukan dosa dan
kesalahan itu?
Orang berkata, "Sekian hari raya telah tampak tanda-tandanya
seakan memerintahkanku membeli pakaian dan boneka-boneka.
Sedangkan aku punya kewajiban bagi teman-teman dan saudara,
namun telapak tanganku tak memegang walau hanya satu dirham
adanya
Ku katakan: Tersenyumlah, cukuplah bagi dirimu karena Anda masih
hidup, dan engkau tidak kehilangan saudara-saudara dan kerabatyang
kau cintai.
Orang berkata, " Malam memberiku minuman 'alqamah
tersenyumlah, walaupun kau makan buah 'alqamah
Mungkin saja orang lain yang melihatmu berdendang
akan membuang semua kesedihan.

Berdendanglah Apa kau kira dengan cemberut akan memperoleh dirham
atau kau merugi karena menampakkan wajah berseri?
Saudaraku, tak membahayakan bibirmu jika engkau mencium
juga tak membahayakan jika wajahmu tampak indah berseri
Tertawalah, sebab meteor-meteor langit juga tertawa
mendung tertawa, karenanya kami mencintai bintang-bintang
Orang berkata, "Wajah berseri tidak membuat dunia bahagia
yang datang ke dunia dan pergi dengan gumpalan amarah.

Ku katakan, "Tersenyumlah, selama antara kau dan kematian
ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak akan pernah tersenyum."
Sungguh, kita sangat butuh pada senyuman, wajah yang selalu berseri,
hati yang lapang, akhlak yang menawan, jiwa yang lembut, dan pembawaan
yang tidak kasar. "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian
berendah hati, hingga tidak ada salah seorang di antaramu yang berlaku jahat
pada yang lain dan tidak ada salah seorang di antaramu yang membanggakan diri
atas yang lain." (Al-Hadits)